Mega Nadia Aprilia
29_6C
Makna Galungan dan Kuningan
29_6C
Makna Galungan dan Kuningan
Hari Raya Galungan dimaknai kemenangan Dharma (Kebaikan) melawan aDharma
(Keburukan), dimana pas Budha Kliwon wuku Dunggulan kita merayakan dan
menghaturkan puja dan puji syukur kehadapan Ida Sanghyang Widhi Wasa
(Tuhan YME).
Mengenai makna Galungan dalam lontar Sunarigama dijelaskan sebagai berikut:
Budha Kliwon Dungulan Ngaran Galungan patitis ikang janyana samadhi, galang apadang maryakena sarwa byapaning idep
Artinya:
Rabu Kliwon Dungulan namanya Galungan, arahkan bersatunya rohani supaya
mendapatkan pandangan yang terang untuk melenyapkan segala kekacauan
pikiran.
Jadi, inti Galungan adalah menyatukan kekuatan rohani
agar mendapat pikiran dan pendirian yang terang. Bersatunya rohani dan
pikiran yang terang inilah wujud dharma dalam diri. Sedangkan segala
kekacauan pikiran itu (byaparaning idep) adalah wujud adharma. Dari
konsepsi lontar Sunarigama inilah didapatkan kesimpulan bahwa hakikat Galungan adalah merayakan menangnya dharma melawan adharma.
Parisadha Hindu Dharma menyimpulkan, bahwa upacara Galungan mempunyai
arti Pawedalan Jagat atau Oton Gumi. Tidak berarti bahwa Gumi/ Jagad ini
lahir pada hari Budha Keliwon Dungulan. Melainkan hari itulah yang
ditetapkan agar umat Hindu di Bali menghaturkan maha suksemaning idepnya
ke hadapan Ida Sang Hyang Widhi atas terciptanya dunia serta segala
isinya. Pada hari itulah umat bersyukur atas karunia Ida Sanghyang Widhi
Wasa yang telah berkenan menciptakan segala-galanya di dunia ini.
Dari penjelasan diatas, apakah masih kurang jelas?
MAKNA Hari Raya Kuningan
Hari Raya Kuningan atau sering disebut Tumpek Kuningan jatuh pada hari
Sabtu, Kliwon, wuku Kuningan. Pada hari ini umat melakukan pemujaan
kepada para Dewa, Pitara untuk memohon keselamatan, kedirgayusan,
perlindungan dan tuntunan lahir-bathin. Pada hari ini diyakini para
Dewa, Bhatara, diiringi oleh para Pitara turun ke bumi hanya sampai tengah hari saja,
sehingga pelaksanaan upacara dan persembahyangan Hari Kuningan hanya
sampai tengah hari saja. Sesajen untuk Hari Kuningan yang dihaturkan di
palinggih utama yaitu tebog, canang meraka, pasucian, canang burat
wangi. Di palinggih yang lebih kecil yaitu nasi selangi, canang meraka,
pasucian, dan canang burat wangi. Di kamar suci (tempat membuat
sesajen/paruman) menghaturkan pengambeyan, dapetan berisi nasi kuning,
lauk pauk dan daging bebek. Di palinggih semua bangunan (pelangkiran)
diisi gantung-gantungan, tamiang, dan kolem. Untuk setiap rumah tangga
membuat dapetan, berisi sesayut prayascita luwih nasi kuning dengan lauk
daging bebek (atau ayam). Tebog berisi nasi kuning, lauk-pauk ikan
laut, telur dadar, dan wayang-wayangan dari bahan pepaya (atau timun).
Tebog tersebut memaki dasar taledan yang berisi ketupat nasi 2 buah,
sampiannya disebut kepet-kepetan. Jika tidak bisa membuat tebog, bisa
diganti dengan piring.
Sesayut Prayascita Luwih : dasarnya kulit sesayut, berisi tulung agung
(alasnya berupa tamas) atasnya seperti cili. Bagian tengahnya diisi
nasi, lauk-pauk, di atasnya diisi tumpeng yang ditancapkan bunga teratai
putih, kelilingi dengan nasi kecil-kecil sebanyak 11 buah, tulung kecil
11 buah, peras kecil, pesucian, panyeneng, ketupat kukur 11 buah,
ketupat gelatik, 11 tulung kecil, kewangen 11 pasucian, panyeneng, buah
kelapa gading yang muda (bungkak), lis bebuu, sampian nagasari, canang
burat wangi berisi aneka kue dan buah. Sesajen ini dapat juga dipakai
untuk sesajen Odalan, Dewa Yadnya, Resi Yadnya dan Manusa Yadnya.
Beberapa perlengkapan Hari Kuningan yang khas yaitu: Endongan sebagai
simbol persembahan kepada Hyang Widhi. Tamyang sebagai simbol penolak
malabahaya. Kolem sebagai simbol tempat peristirahatan hyang Widhi, para
Dewa dan leluhur kita.
Pada hari Rabu, Kliwon, wuku Pahang, disebut dengan hari Pegat Wakan
yang merupakan hari terakhir dari semua rangkaian Hari Raya
Galungan-Kuningan. Sesajen yang dihaturkan pada hari ini yaitu sesayut
Dirgayusa, panyeneng, tatebus kehadapan Tuhan Yang Maha Esa. Dengan
demikian berakhirlah semua rangkaian hari raya Galungan-Kuningan selama
42 hari, terhitung sejak hari Sugimanek Jawa.
0 komentar:
Post a Comment